JAKARTA, Pada 2019 ini, diperkirakan jumlah perguruan tinggi swasta (PTS) di Jakarta berkurang sebanyak 25. Hal ini merujuk pada pernyataan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah III, Dr. Illah Sailah baru-baru ini.
Menurut Illah, itu terjadi karena tiga alasan, yakni pindah lokasi, merger atau akuisisi dengan perguruan tinggi lain, dan tidak aktif.
“Dari 25 PTS yang diperkirakan tidak akan lagi berada di bawah LLDIKTI Wilayah III, sepuluh di antaranya disebabkan tidak aktif, tujuh PTS pindah lokasi, tujuh PTS bergabung dengan PTS lain, dan satu PTS mendapatkan sanksi berat,” ungkapnya dikutip dari laman Antaranews.com
Menyikapi hal tersebut, rektor Universitas Indraprasta PGRI, Prof.Dr H. Sumaryoto mengatakan, keberadaan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta ada dasar hukum yang mengatur, dari mulai pendiriannya sampai dengan proses termasuk jumlah mahasiswa minimal, rasio dosen hingga kurikulum.
“Itu ada semua dasar hukum yang mengatur,” ucapnya kepada wartawan, Selasa (9/7/19) di Jakarta.
Jadi katanya, kalau ada PT secara operasional sudah tak layak, itu harus diambil tindakan. Contoh, bila satu PT jumlah minimal mahasiswa sudah tidak mencukupi, mau tak mau harus di merger atau ditutup.
“LLDIKTI sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pastinya tidak akan sembarangan, harus punya regulasi ya g mengatur itu. Pastinya, LLDIKTI sudah pikir panjang, sudah dilakukan penelitian hingga tercapailah keputusan bagaimana nasib PT tersebut. Harus di merger atau ditutup,” ucap Sumaryoto.
Bila hal ini terjadi katanya, PT yang di merger atau ditutup pasti ada aturan bagi dosen, mahasiswa maupun pegawainya. Mereka akan dimediasi untuk ke PT yang tidak ada masalah (sakit). Dan ini LLDIKTI yang akan memediasi/melayani. Jadi tidak ada yang dirugikan, harus ada penyelesaian yang adil dan martabat.
“Kalau terjadi di wilayah III, berarti LLDIKTI wilayah akan melaksanakan sesuai aturan,” ucap Sumaryoto.
Kembali Sumaryoto mengungkapkan, seandainya Unindra di mediasi untuk PT yang tidak sehat, pastinya harus ada kesepakatan dulu.
“Kami akan melakukan hal-hal yang sesuai dengan aturan kampus, seperti sama rumpunnya. Ini melalu proses terlebih dahulu. Negosiasi antara yang mau di merger. Yang paling penting sederhana, ya menutup diri saja. Kurang bersyarat, ya ditutup saja. Nah mahasiswanya disalurkan, sebab bila terjadi merger, ada pihak yang “ditempeli”,” ungkapnya di ruang kerja.
Saat disinggung apa saja yang menjadi persyaratan mutlak, bisa dikatakan “PT sehat”, Sumaryoto kembali menjelaskan, ada 9 standar penilaian dan yang menilai salah satunya dari BAN PT yang dapat mengeluarkan akreditasi turun atau tidak.
Dikesempatan yang sama juga, Sumaryoto mengatakan, untuk penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2019/2020, Unindra mengadakan 2 gelombang, gelombang pertama sudah selesai dan sudah terdaftar sebagai mahasiswa baru yang berjumlah kurang lebih 6000-an.
“Insya Allah, pada tanggal 14 Juli ini ada tes gelombang kedua dengan target 3000-an. Sehingga total rencana yang kita terima sekitar 9000-an mahasiswi S1 dan S2. Ini seperti yang sudah kamu lakukan 4 tahun belakangan ini,” katanya.