Jakarta, Lensajabar.com – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengunjungi fasilitas produksi Refuse-Derived Fuel (RDF), dan memeriksa berbagai permasalahan yang terjadi terkait pengolahan sampah di fasilitas tersebut, di Rorotan, Jakarta Utara, Kamis (20/3/2025).
Pengamat kebijakan publik, Sugiyanto Emik turut menyoroti pengolahan sampah RDF Rorotan, yang dikeluhkan warga karena menimbulkan bau.
Menurut Sugiyanto, hal ini tentu sebagai persoalan serius. Sejak awal, kata dia, rencana pembangunan RDF Rorotan sepertinya minim kajian mendalam.
“Seharusnya, dalam Kota Jakarta, sistem pengelolaan sampah modern yang tepat adalah Intermediate Treatment Facility (ITF), bukan Refuse-Derived Fuel (RDF),” kata Sugiyanto, Kamis (20/3/2025).
ITF Sunter adalah salah satu proyek percontohan, yang direncanakan akan dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta, termasuk di beberapa wilayah lain dalam kota.
“ITF telah digagas sejak era Gubernur DKI Jakarta 2007-2012, Fauzi Bowo (Foke). Pada masa Gubernur Anies Rasyid Baswedan (2017-2022), telah dilakukan groundbreaking pembangunan ITF Sunter, Jakarta Utara,” ujarnya.
Namun, mantan Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, membatalkan proyek ITF tersebut dan menggantinya dengan RDF.
Melalui BUMD PT Jakpro, Pemprov DKI telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk membangun ITF Sunter, tetapi proyek tersebut akhirnya dibatalkan tanpa hasil.
“Pertanyaannya, siapa yang harus bertanggung jawab atas dana yang telah dikeluarkan ini? Selain itu, biaya pembangunan RDF yang hingga kini masih gagal beroperasi sepertinya juga menjadi beban anggaran,” ungkapnya.
Lebih lanjut, aturan mengenai pengelolaan sampah modern yang menghasilkan energi listrik seperti ITF, memiliki dasar hukum yang kuat dari Pemerintah Pusat.
Sementara itu, kata dia, aturan tentang RDF masih perlu dipertanyakan, sehingga pembangunan RDF Rorotan terkesan dipaksakan, tanpa kajian yang mendalam dan menyeluruh.
“Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, adalah sosok yang sepertinya paling bersemangat mengusulkan pembangunan RDF,” tandasnya.
Atas dasar gagasan RDF ini, lanjut dia, Pemprov DKI mengalokasikan anggaran sekitar Rp1,3 triliun untuk proyek ini.
Seharusnya, RDF Rorotan mulai beroperasi pada awal tahun 2025. Namun, hingga kini proyek ini justru menimbulkan berbagai masalah, termasuk bau yang mengganggu warga sekitar.
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, meminta maaf atas bau yang ditimbulkan oleh sampah dari RDF Plant Rorotan, Cilincing, Jakarta Timur. Permintaan maaf ini disampaikan saat ia meninjau langsung pengolahan sampah di fasilitas tersebut pada Kamis (20/3/2025).
Ia menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta, bertanggung jawab atas dampak kesehatan warga akibat permasalahan ini.
“Ini kesalahan kami, dan saya meminta maaf. Pemerintah Jakarta akan bertanggung jawab terhadap kesehatan warga,” ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan tersebut, secara langsung meninjau RDF Plant untuk mencari solusi atas keluhan warga sekitar. Dalam kesempatan itu, Gubernur Pramono menginstruksikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, untuk segera melakukan perbaikan.
Salah satu masalah utama RDF Rorotan adalah keterlambatan pengolahan sampah. Sampah yang seharusnya diproses dalam tiga hari justru menumpuk hingga lebih dari sepuluh hari. Langkah awal yang diambil adalah pengosongan bunker sampah guna mengurangi penumpukan.
Untuk mengatasi bau, Pemprov DKI akan memasang dan meningkatkan efektivitas deodorizer serta filter udara. Alat pemantau kualitas udara juga akan ditempatkan dalam radius 4-5 km dari RDF Rorotan guna mengukur dampak lingkungan.
Selain itu, truk pengangkut sampah akan diwajibkan menggunakan truk compactor tertutup agar air lindi tidak tercecer di jalan.