BANDUNG, LENSAJABAR.COM — Sanksi sosial dan penyumbatan saluran yang sebelumnya didapatkan oleh perusahaan PT. Kharisma Printex, yang berlokasi di Jl. Holis No. 461, Margahayu Utara, Kecamatan Babakan Ciparay pada tahun 2019, nampaknya belum mampu memberikan efek jera yang signifikan. Hal ini terbukti dalam pekan terakhir bulan Agustus 2023, di mana terdapat beberapa kejadian yang diduga kuat merupakan tindakan sengaja dalam pembuangan limbah berbahaya ke sungai Cikeueus (28/08/23).
Pada hari Sabtu, tanggal 26 Agustus 2023, seiring dilakukannya pemantauan oleh Peltu Aris Susanto, yang juga menjabat sebagai Dansub 06 sektor 22, bersama media dan perwakilan dari PT. Kharisma Printex yang diwakili oleh Anggi Gunawan, mereka bersama-sama melakukan inspeksi di fasilitas pengelolaan limbah cair (IPAL). Dalam kunjungan ini, banyak kelemahan teridentifikasi, mulai dari cara penyimpanan TPS B3 yang mengakumulasi lumpur Sludge yang masih basah. Sistem pengangkatan limbah ini juga masih manual dan terdapat sejumlah saluran yang tidak terdefinisi secara jelas. Saluran ini diduga kerap dimanfaatkan untuk membuang limbah pada waktu tertentu, suatu praktik yang dianggap mengurangi biaya pengolahan limbah dan pada akhirnya memberi keuntungan berlipat pada perusahaan.
Dalam klarifikasi terkait saluran yang tidak terdefinisi dengan jelas, Anggi menjelaskan bahwa dia tidak dapat memberikan penjelasan mendalam karena keterbatasan otoritas. Dia menyatakan, “Kami memerlukan arahan dari atasan kami. Kami berharap dapat memberikan keterangan lebih lanjut pada hari Senin, ketika atasan kami sudah aktif bekerja.”
Pada hari Senin, 28 Agustus 2023, dilakukan peninjauan ulang yang melibatkan Pasiops dan Bamin dari Sektor 22, yang mengunjungi fasilitas pengolahan limbah cair (IPAL). Pada saat pemeriksaan di fasilitas tersebut, ditemukan bahwa limbah cair yang dibuang memiliki tingkat pH 5. Menyikapi hal ini, Peltu Aris selaku Dansub 06 langsung menegur pihak perusahaan untuk segera menutup pipa pembuangan agar limbah tidak terus bocor ke lingkungan sekitar.
Namun, tidak hanya sampai di situ. Tony, yang mewakili PT. Kharisma Printex, membantah klaim bahwa pengolahan limbah perusahaan tidak sesuai dengan standar mutu. Dia menjelaskan, “Walaupun pH 5, airnya tetap bening. Saya pikir tidak ada masalah, meskipun kami akan berusaha memperbaiki hal-hal yang kurang, termasuk kebocoran pada saluran yang mengarah ke permukiman warga.”
“Dalam konteks saluran internal, memang terjadi percampuran aliran limbah dengan aliran air warga. Namun, kami telah memperbaiki kebocoran tersebut. Tentang ceceran dari pengangkutan lumpur Sludge, menurut saya situasinya aman,” tambahnya.
Mengenai kritik terhadap kondisi tong penyimpanan dan tempat pembuangan obat, Tony menjelaskan bahwa walaupun terjadi tumpahan, kondisinya masih aman. Perusahaan telah melakukan perbaikan, termasuk mengatasi masalah uap air panas yang terbuang sebelumnya. “Kami berharap dapat menjalin kerja sama dengan mengatasi saluran milik warga yang melewati pabrik kami. Dengan ini, kami meyakinkan bahwa limbah lumpur Sludge tidak akan sembarangan tumpah melalui lubang yang dirancang secara sengaja dan terbuka di area keluar-masuk TPS Limbah B3.”
Di tempat yang berbeda, saat diminta komentar mengenai dugaan pembuangan limbah cair oleh PT. Kharisma Printex yang tidak sesuai dengan standar mutu, Peltu Aris Susanto berpendapat bahwa salah satu solusinya adalah menghentikan sementara aliran limbah tersebut. Pembuangan limbah baru dapat dilanjutkan setelah tingkat pH normal, sebagaimana dijelaskan oleh pihak perusahaan.
Pihak terkait dengan tegas meminta Satgas Citarum Harum, terutama yang beroperasi di Sektor 22 dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung, untuk mengambil langkah tegas terhadap pelaku usaha yang masih melakukan pembuangan limbah berbahaya ke sungai, termasuk PT. Kharisma Printex. Mereka menekankan bahwa setelah berjalannya program Citarum Harum selama lima tahun, toleransi terhadap pelanggaran semacam ini seharusnya sudah sangat minim. Media ini menantikan tindakan konkret dari Satgas dan Dinas Lingkungan Hidup. Apakah mereka akan berani memberikan sanksi atau bahkan mengambil langkah hukum terhadap pelaku yang merusak dan mencemari lingkungan?”