Terakota Sebagai Komoditas Potensial, Emil : Jika Pelaku Usaha Genting Bisa Berinovasi, Jatiwangi Akan kembali Berjaya

Emil : Majalengka permata yang tersembunyi, semakin saya ubek- ubek- semakin saya cinta.

KABUPATEN MAJALENGKA , LENSAJABAR.COM – pada tahun 1990 Hingga tahun 2000-an, Industri genting Jatiwangi kabupaten Majalengka pernah berjaya. Namun, pamor industri genting Jatiwangi menurun karena produk serupa yang lebih praktis, seperti asbes dan genting spandex.
Pada tahun 1905 H. Umar Bin Ma’ruf mempelopori industri genting Jatiwangi sebagai atap masjid di Dusun Cikarokrak, kabupaten Majalengka. Pada saat itulah, genting Jatiwangi terus menanjak, bahkan menjadi buah tangan dan bagian penting pembangunan kota-kota di Indonesia.

“Jatiwangi Majalengka punya sejarah panjang di mana kebudayaannya memaksimalkan anugerah Tuhan yang ada, yaitu tanah liat. Dalam perjalanannya ini jadi identitas dan tak boleh berubah,” kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat memberi sambutan dalam acara Indonesia Contemporary Ceramics Biennale (ICCB) di Jebor Hall, Jatiwangi Art Factory, Kamis (27/6).

Bacaan Lainnya
banner 300x250

“Pengrajin Jatiwangi harus berinovasi membuat produk dari bahan tanah liat. Dia menyebut Terakota sebagai jawaban atas lesunya industri genting. Terakota, lanjut dia, bernilai seni dan dapat meningkatkan nilai tambah pemanfaatan tanah liat” kata Ridwan kamil yang akrab disapa Emil.

Jika pelaku usaha genting mau berinovasi dengan memproduksi terakota, kata Emil, perajin Jatiwangi dapat kembali berjaya. Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat siap mendorong dengan mencari peluang kerja sama dengan berbagai pihak agar Terakota Jatiwangi melejit.

“Budaya tanahnya tidak boleh berubah, tapi produknya harus bisa menyesuaikan diri,” katanya.

“Terakota atau produk keramik dengan bahan tanah liat ini penggunaannya termasuk di antaranya untuk bentuk permukaan yang mendukung konstruksi bangunan pada sebuah desain arsitektur”sambung Emil.

Bak permata yang perlu digosok, Emil memandang terakota sebagai komoditas potensial baik dalam seni juga ekonomi. Maka itu, dia mengajak para perajin tanah liat serta unsur Pemerintah Kabupaten Majalengka untuk kembali bersemangat menggali desain terakota yang responsif pada lingkungan, kebutuhan, dan kemajuan zaman.

“Majalengka permata yang tersembunyi, semakin saya ubek- ubek- semakin saya cinta,” ucapnya.

“Maka saya menitipkan ke Pemerintah Kabupaten Majalengka agar mentransformasikan para pelaku industri genting, menjadi terakota non-genting, juga macam lainnya,” katanya.

Emil memberi waktu enam bulan kepada Kabupaten Majalengka untuk membuat etalase Terakota. Sehingga, nantinya para pengusaha atau peminat terakota dapat memilih model, bentuk, dan fungsi terakota yang dibutuhkan sekaligus diminati.

“Ide, gagasan yang inovatif diharapkan dapat membawa kesejahteraan bagi para perajin,” tutupnya. (Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *