Baginya, gaplek tidak identik dengan kemiskinan dan memakan gaplek bukan karena faktor ekonomi yang minimalis. Bahkan, ada salah satu warganya yang menjadi penjual gaplek skala besar dan pangsa pasarnya diluar daerah Kediri.
Letkol Kav Dwi Agung Sutrisno mengakui, sepanjang hidupnya hingga menjadi Dandim Kediri, belum pernah sekalipun mengetahui yang namanya gaplek. Hal ini bisa dimaklumi, karena latarbelakang kelahiran dan domisili, tak mengenal atau tak memungkinkan bersentuhan dengan makanan gaplek. Karena gaplek umumnya lebih dikenal orang Jawa dan dimasa saat ini hanya sebagai makanan jajanan, bukan makanan pokok.
Untuk pertama kalinya, gaplek dimakannya dan tentunya gaplek yang berada ditangannya berstatus gaplek perdana. Nikmatnya gaplekpun dirasakan, apalagi kondisi geografis Desa Blimbing yang berada di kawasan pegunungan, menyebabkan rasapun berbeda, walaupun pada kenyataannya, gaplek ialah gaplek, dan begitulah rasanya dari masa ke masa.
Dari penuturan Suminem, ia sudah terbiasa membuat makanan gaplek. Biasanya ia membuat gaplek hampir setiap bulan, tergantung kondisi. Baginya, rasa gaplek bukan diciptakan oleh manusianya, tetapi ubi kayu yang menjadi bahan dasar utamanya. (Dodik)