Jakarta, Lensajabar.com – Di era modern, salah satu aspek yang bisa menjadi faktor pendorong kebangkitan sebuah negara adalah penguasaan teknologi. Kita menyaksikan betapa negara yang memiliki kekuatan teknologi yang kuat dan maju, maka negara ini akan mampu merubah peta geopolitik nasional dan globalnya, terlepas apakah negara itu negara kecil atau negara besar.
Kemajuan penguasaan sains dan teknologi sebuah negara tidak lepas dari kekuatan dan dukungan pemerintahannya bagi aktifitas riset dan pengembangan atas sains dan teknologi. Dan berbicara soal ilmu pengetahuan (sains), riset dan teknologi, maka titik hubungnya adalah peran perguruan tinggi.
Menyikapi hal ini, Rektor Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI, Prof Dr H Sumaryoto mengatakan, dunia pendidikan tinggi kita masih fokus dengan Kurikulum Merdeka yang sedang dibenahi, sebab masih banyak hal yang tidak pas dengan kondisi Indonesia.
Saat ini dengan perkembangan digital yakni Kecerdasan Buatan (AI) kedepan harus betul-betul diantisipasi, sebab yang menjadi penting adalah mengantisipasi bagaimana lulusan itu dengan siap bekerja yang juga harus diimbangi dengan kemampuan digital.
”Tapi belum bisa dipastikan sampai dimana, karena berkembang terus dan belum sampai pada titik jadi masih terus sampai pada suatu kondisi yang stabil. Karena pada prinsipnya semua manusia belum tentu suka/senang dengan adanya teknologi digital. Ini harus dipahami,” ujarnya kepada awak media diruang kerjanya, Rabu (10/9/2025).
Sumaryoto mengaku, walau dunia digital itu penting, namun dirinya masih mempertahankan menulis manual.
”Saya tidak ingin semua media digital ini ataupun instrumennya menggantikan semuanya, harus ada keseimbangan,” ungkapnya.
Yang pasti katanya, kecerdasan buatan era digital itu tidak semuanya pasti, sebagian besar ini yang tidak bisa mengalahkan dan menggantikan manusia.
”Tidak dipungkiri, digitalisasi membuka peluang kerja baru, tapi peluang itu ada yang “menggilas” kesempatan yang lebih besar. Sebagai contoh, diperlukan seribu peluang kerja baru, namun yang bisa terakomodir baru seratus. Ini bisa jadi dampak kecerdasan digital. Ini bisa terjadi Disrupsi (fenomena perubahan besar yang mengubah tatanan lama menjadi sesuatu yang baru),” ucap Sumaryoto.
Sumaryoto menambahkan, adanya kecerdasan buatan ini bisa jadi memperkecil peluang bagi para pencari kerja. Apalagi tidak dipungkiri, banyak tenaga kerja yang dirumahkan, karena sebagian besar sudah tergantikan dengan kecerdasan buatan itu. Karenanya, pemerintah pasti sudah tahu dan dalam kajian pemerintah serta bertanggung jawab dalam menciptakan lapangan kerja.
”Pemerintah sudah mengantisipasi ini, kalau dengan universal sekian dikali sekian, tapi yang digantikan dengan mesin-mesin ini jauh lebih besar (tenaga kerja yang tergantikan, red). Semoga pemerintahan dapat berhitung dengan cermat itu saja.
Tapi dari sisi akademisi, dirinya hanya bisa melihat, tapi dalam hal perencanaan dan rekrutmen itu adalah tugas dari pemerintah.
Saat disinggung mengenai pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto, dirinya menilai gerak dan arah prabowo sudah jelas, hanya rintangan dan gangguan. Apalagi politisi selalu bicara abstrak, sekarangkan yang diserang legislatif seperti contoh gaji DPR, anggaran pemerintah hak kita, hak pajak makanya yang diserang DPR langsung bukan pemerintah. Hingga akhirnya DPR punya batasan-batasan seperti anggaran yang dipangkas.
Dikesempatan itu, Sumaryoto mengingatkan kepada mahasiswa agar tidak boleh politik praktis.
” Kita hanya gerakan moral, gerakan meluruskan mengawasi dan mengontrol itu saja. Tapi selebihnya urusan pemerintahan,” tutupnya.
Rektor Unindra : Perkembangan Kecerdasan Buatan Kedepan Harus Betul-Betul Diantisipasi
