JAKARTA, Presiden Joko Widodo telah resmi melantik pemilik dan pendiri Gojek Nadiem Makarim menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.
Tentunya cukup mengejutkan di dunia pendidikan dengan penunjukan seorang pebisnis sekaligus pemilik GO-jek dan hal ini menimbulkan berbagai respon dari masyarakat.
“Itu wewenang presiden, saya tidak mau berkomentar, apa tujuan dan latar belakangnya. Kita tidak mungkin tahu niat seseorang. Tapi kalau saya berpendapat begini, untuk menjadi menteri, khususnya pendidikan tidak semudah itu. Sebab selama ini yang ditunjuk menteri sudah punya rekan jejak maupun track recordnya dari pendidikan. Kita tengok kebelakang, dari Prof Muhajir Effendi, Prof Anies Baswedan dan sebelumnya itu memang orang-orang yang bergelut di bidang pendidikan. Yang jelas pak Nadiem bukan dari pendidikan,” ungkap Rektor Universitas Indraprasta PGRI (Unindra), Prof Dr H Sumaryoto kepada wartawan, Kamis (23/10) diruang kerjanya.
Lebih lanjut katanya, ini perlu diuji, apakah berhasil dibidang itu (pembisnis), berhasil pula jadi menteri (Mendikbud, red). Sebab saat ini banyak pekerjaan yang belum tuntas di dunia pendidikan. Sebagai contoh, saat dunia pendidikan dipimpin oleh orang yang ahli di bidangnya dan tidak perlu disangsikan kapabilitasnya.
“Salah satunya mengenai tenaga guru honorer, yang nasibnya dipimpong sana-sini, sama sekali juga belum tuntas. Artinya, masalah-masalah ini tidak sesimpel/sesederhana orang melihat, walaupun saya melihatnya simpel,” ujar Sumaryoto.
Dirinya berharap, kedepan jangan sampai mindset pengusaha untuk membuat kebijakan di bidang pendidikan. Dikhawatirkan, nanti segala sesuatu dibisniskan, seperti sekolah mahal, perguruan tinggi mahal. Dan ini sangat bertentangan dengan semangat UUD 1945, yakni tujuan di bentuknya negara Indonesia, salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa yang terefleksi dalam program wajib belajar.
“Ya sekarang kita hanya berpikir positif saja, mudah mampu. Walaupun dari logika sederhana, ini berat. Kalau menurut saya, kita lihat sampai satu tahun. Satu tahun akademik dan satu tahun pelajaran itukan dua semester. Nah itu kita lihat saja, artinya kalau satu tahun sudah membuahkan hasil, nah itu baru,” imbuhnya.
Pada akhirnya semua beban tidak mungkin dipikul oleh Nadiem Makarim sendiri, jelas sudah menjadi tugas semua lapisan masyarakat dan jajaran Kementerian Pendidikan serta Presiden Joko Widodo untuk mengemban misi memajukan pendidikan yang ada di Indonesia. Bahwa “perkembangan teknologi terkadang mampu menghambat pemberantasan kemiskinan dengan menghilangkan beberapa pekerjaan”. Karena pro dan kontra.
“Ini perlu antisipasi. Tinggal kita tunggu apa yang akan dilakukan terkait perubahan-perubahan elementer dalam bidang pendidikan,” katanya.
Tampaknya Presiden Jokowi, melibatkan tokoh pengusaha dan entrepreneur merupakan upaya Jokowi untuk meningkatkan kinerja pemerintah dengan mengurai sistem birokrasi pemerintahan yang terlalu berbelit. (J-1)