Jakarta. Lensajabar.com – Peran kecerdasan buatan (AI) dalam pendidikan kini semakin nyata, dan pemanfaatannya tak lagi bisa dihindari. Tapi yang lebih penting adalah bagaimana AI digunakan secara bijak, dengan empati, serta tetap berpihak pada kemanusiaan.
Dunia pendidikan terus beradaptasi dengan perkembangan akal imitasi (artificial intelligence/AI) yang dikhawatirkan akan mendisrupsi pendidikan saat ini. Panduan tentang penggunaan AI mulai banyak dikembangkan, termasuk aturan mengenai keamanan data siber, terutama di pendidikan tinggi. Hal inilah yang diungkap Rektor Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) Prof Dr H Sumaryoto kepada wartawan.
Ditemui disela-sela kesibukannya Sumaryoto mengungkapkan bahwa penggunaan AI saat ini banyak dimanfaatkan oleh banyak orang, baik bagi dunia pendidikan maupun bisnis.
“Penggunaan AI bukan hal yang dilarang, Tapi yang perlu diingat, AI itu hanya alat bantu, namun dibalik itu AI dapat menjadikan orang mengajarkan menjadi bodoh. Seperti contoh, mau buat naskah atau materi sambutan pakai AI. Ini bisa membuat orang jadi bodoh untuk menulis, karena mengandalkan teknologi, kecerdasan intelektual tak digunakan. Walau memang ada dimana AI diperlukan untuk pengolahan data digitalisasi, seperti riset dan segala macam lainnya. Itu betul sekali,” imbuhnya.
Menurutnya, AI biarkan saja, sebab tidak secara khusus semua akan serba AI. Selain itu, dirinya juga khawatir nanti akan muncul ketika mahasiswa hanya menyalin jawaban dan melewatkan proses memahami dasar materi yang justru penting di awal pembelajaran.
“Saya menggaris bawahi, bahwa teknologi sampai kapanpun fungsinya hanya sebagai alat. Tidak akan sepenuhnya menggantikan peran seorang pendidik yakni guru maupun dosen. Misalnya berkaitan dengan aspek afektif dan moral, yang melibatkan perasaan dan psikologis. Tentu saja hanya bisa dilakukan oleh sosok pendidik, baik guru maupun dosen,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, teknologi AI sepatutnya dimanfaatkan secara optimal, sesuai kapasitas dan fungsinya. Tetapi di sisi lain, peran pendidik harus tetap diprioritaskan. Sehingga nilai-nilai humanis dan afeksi dalam sebuah proses pendidikan, bisa terus langgeng dan terjaga. Sesuai esensi dari pendidikan itu sendiri, yaitu memanusiakan manusia.
“AI secara tidak langsung mengganti akal manusia menjadi akal buatan . Tapi tetap secara natural dan secara kodrat tidak bisa menggantikan otak manusia,” tegas Sumaryoto.






