Proyek Normalisasi Drainase Rancaekek – Majalaya Dinilai Kurang Kajian dan Rencana ‎

Kab. Bandung, Lensajabar.com – Mangkraknya proyek normalisasi drainase Rancaekek-Majalaya, wilayah RW 09 dan RW 22 Desa Rancaekek Wetan, Kecamatan Rancaekek, masih tuai sorotan dan kritikan warga karena mangkrak tak beres-beres.

‎Garapan proyek sejak awal Maret 2025 lalu itu, sampai saat ini aktivitasnya terhenti alias mangkrak terbengkalai. Pemerhati Sosial sekaligus Aktivis Kebijakan Publik, Dicky Winandi mengatakan, proyek normalisasi drainase di Rancaekek Wetan dinilai sebagai cerminan kegiatan tak terencana.

‎”Permasalahan proyek-proyek  mangkrak yang ada bertebaran di Kabupaten Bandung, salah satunya drainase di wilayah Rancaekek itu mengakibatkan terganggunya perekonomian warga,” katanya.

‎Dicky memaparkan, dampak negatif dari mangkraknya suatu proyek, selain berpengaruh terhadap putaran ekonomi yang terkendala, juga berpotensi menimbulkan keresahan sosial hingga keselamatan warga sekitar.

‎”Aktivitas ekonomi masyarakat sekitar menjadi terganggu, kemudian orang berkendara agak terhambat, bahkan paling fatalnya ketika malam itu bisa menyebabkan insiden atau kecelakaan,” terangnya.

‎Selain dinilai membahayakan warga hingga pengendara, mangkraknya proyek normalisasi drainase tersebut juga cukup merusak estetika. Pasalnya, saluran air yang sudah dibongkar dibiarkan hingga terkesan kumuh dan berantakan.

‎Selain memberikan dampak, tambahnya, dari sisi sosial proyek mangkrak juga dapat berdampak negatif dari segi materil.

‎”Negara dirugikan secara materi dan non-materi, karena yang namanya proyek pemerintah itu ada yang namanya perencanaan awal dan pemeriksaan akhir,” jelasnya.

‎Dicky memaparkan, dilihat dari sosial masyarakat, proyek yang dilakukan pemerintah perlu pengkajian serta perencanaan yang matang untuk kajiannya.

‎Tujuannya, supaya aktivitas pembangunan infrastruktur tidak menimbulkan kecemburuan sosial, antara warga dari wilayah yang berbeda.

‎”Tentu berdampak sosial tinggi, karena bisa jadi di wilayah lain betul-betul membutuhkan normalisasi drainase tapi tidak mendapatkannya,” ujarnya.

‎”Sedangkan wilayah yang tidak urgent atau tidak terlalu genting, misal gak ada banjir tapi drainasenya dinormalisasi. Pengkajian dan perencanaan sangat penting” lanjutnya.

‎Menurut Dicky, mangkraknya proyek normalisasi drainase di Rancaekek Wetan, dianggap sebagai pembiaran tanpa ada keseriusan penyelesaian oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Bandung.

‎”Pembiaran ini selalu saja diulang di Kabupaten Bandung, minimnya pengawasan di seluruh stakeholder, termasuk aparat penegak hukum yang selalu bersandar di bawah bahasa kondusifitas, padahal itu adalah kesalahan yang sangat fatal,” pungkasnya.

‎”Saya perlu ingatkan konsep pembangunan itu harus berdasarkan kebutuhan bukan kemauan pribadi dan keuntungan kelompok. Kinerja dinas bersangkutan di pertanyakan, tunjangan kinerjanya jangan dibayar (jika kinerja buruk),” tegas Dicky. (RED)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan