Polda Sumsel Amankan Dua Pelaku Pemilik Perguruan Tinggi Tanpa Izin

PALEMBANG,LENSAJABAR.COM – Jajaran Ditreskrimum Polda Sumsel berhasil melalukan pengungkapan kasus Perguruan Tinggi Harapan tanpa izin dari Kemenristekdikti, bertempat di depan Gedung Widodo Budidarmo Ditreskrimum Polda Sumsel, Kamis (31/10/19).

Kapolda Sumsel Irjen Pol Drs Firli Bajuri M,Si melalui Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Drs Supriadi MM yang didampingi Dirkrimum Polda Sumsel Kombes Pol. Yustan Alpiani, S.I.K., S.H., M.Hum mengatakan pihaknya melakukan pengungkapan kasus tersebut, berawal pada saat pelapor yang mewakili korban lainnya, yang merupakan alumni Perguruan Tinggi Akademi Perekam dan Informatika Harapan Palembang dan Akademi Farmasi Harapan Palembang Tahun 2014-2017.

Dikatakan Supriadi, ketika sudah menjalani kuliah sebagian Mahasiswa sudah menerima ijazah, namun ternyata program studi Akademi Perekam dan Informatika Harapan Palembang dan Akademi Farmasi Harapan Palembang milik Yayasan Perguruan Tinggi Harapan Palembang, tidak pernah memperoleh izin pendirian Perguruan Tinggi maupun izin pembukaan program studi dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Jakarta sehingga hasil belajarnya tidak diakui,” ujar Supriadi saat di temui di Mapolda Sumsel.

“Akibat dari kejadian tersebut, para alumni Mahasiswa merasa dirugikan karena ijazah yang diterima ilegal dan tidak bisa digunakan untuk melamar pekerjaan. Kemudian korban melaporkan hal tersebut ke Polda Sumsel dengan jumlah korban sebanyak 64 orang Mahasiswa dengan masa pendaftaran tahun 2014 dan wisuda tahun 2017,” bebernya.

Supriadi menjelaskan, Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LPB/449/V/2018/SPKT tanggal 31 Mei 2018 tentang perkara Perguruan Tinggi Harapan tanpa izin dari Kemenristekdikti, TKP di Kantor Perguruan Tinggi Harapan Palembang yang bertempat di Jalan Soekarno Hatta No. 234 Lingkar Barat Palembang dengan tersangka inisial SS dan MS,” jelasnya.

Namun, Polda Sumsel terus melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut, dan diketahui kedua tersangka ini merupakan pasangan suami isteri (Pasutri) dengan peran masing-masing, tersangka SS selaku pemilik/pembina Yayasan Harapan Palembang.

Lanjut Supriadi, Sedangkan tersangka MS selaku Ketua Yayasan Harapan Palembang dengan barang bukti berupa, Kwitansi pembayaran Mahasiswa, Kartu Tanda Mahasiswa, KHS Mahasiswa, Kartu hadir Mahasiswa, Transkrip nilai Mahasiswa, Karya tulis ilmiah Akademi Farmasi Harapan Palembang, Foto Yudisium, Foto Wisuda, Ijazah Mahasiswa, Surat pemberitahuan dari Kementerian riset, teknologi dan pendidikan tinggi kepada koordinator Kopertis Wilayah II Palembang, pada tanggal 20 Nopember 2017 lalu,” ucapnya.

“Perihal penjelasan Akademi Perekam dan Informasi Kesehatan (APIKES) Harapan Palembang dan Akademi Farmasi (AKFAR) Harapan Palembang, dengan Akta pendirian Yayasan Harapan Palembang No. 57 tanggal 20 Juli 2013 yang telah dilegalisir oleh Notaris H. Zulkifli Sitompul, S.H., Surat keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : HK.00.06.1.1.194.3 tentang izin penyelenggaraan Akademi Farmasi Harapan Palembang Provinsi Sumsel tanggal 19 Januari 1998,”

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : HK.00.06.1.1.157.2 tentang izin penyelenggaraan Akademi Perekam dan Informatika Kesehatan Harapan Palembang Provinsi Sumsel tanggal 16 Januari 1998, Surat Keputusan Kepala Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan No. HK.00.06.2.2.01644 tanggal 3 Agustus 2004, APIKES Harapan Palembang Sumsel ditetapkan memperoleh jenjang Akreditas Strata C berlaku selama 5 tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Surat keputusan Kepala Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan No. HK.00.06.2.2.01645. Penetapan Strata Akreditasi AKFAR Harapan Palembang Sumsel ditetapkan memperoleh jenjang Akreditasi C berlaku selama 5 tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan dijakarta tanggal 3 Agustus 2004.

Sementara, Pasal yang disangkakan terhadap kedua tersangka yaitu Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 71 Jo Pasal 62 ayat 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 42 ayat 4 UU RI No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 Tahun dan atau pidana denda paling banyak 1.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah),” tandasnya.

Penulis : Jsca

Editor : Riyan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *