Masih Saja Sekolah Intimidasi Siswa, Hingga Tidak Bisa Ikuti Ujian ‎

‎BANDUNG, LENSAJABAR.COM – Siswa sekolah kembali mengalami kesedihan pasca dirinya tidak boleh masuk ujian kenaikan kelas akibat belum membayar SPP dan uang ujian. Ini terjadi di sekolah SMK/SMA Puragabaya di Jl H.Yasin No.59 Terusan Pasteur Bandung, sekolah Terakreditasi A.

‎Akibat belum membayar SPP dan uang ujian siswa/siswi sekolah tidak diperkenankan ikut ujian oleh Bendahara sekolah Lia dan terpaksa menunggu diluar tanpa kepastian dan kebijakan dari pihak sekolah dan sementara Kepala Sekolah Feni Nuraeni, S.Pd.,MM belum ada di tempat.

‎Ketika ditanya, pihak sekolah bendahara menjawab, ini administrasinya harus diselesaikan dulu, senada saat menemui Mey sebagai kepala TU.

‎Sementara Kepala Sekolah juga menjelaskan bahwa pihak sekolah tidak mempersulit anak terkait KBM selama orangtua siswa berkomunikasi dengan pihak sekolah.

‎Tetapi fakta dilapangan siswa-siswi beserta orangtuanya yang sudah datang dari pagi memakai seragam mau mengikuti KBM pada nunggu diluar kelas dan diluar lingkungan sekolah, karena tidak boleh masuk ke kelas lantaran belum mendapatkan kartu peserta SAS (Sumatif Akhir Semester).

‎Adapun kartu SAS tersebut diberikan setelah ada pernyataan yang harus ditandangani oleh orangtua siswa. Dan pada hari itu juga siswa tidak dapat mengikuti SAS karena waktu jadwal ujiannya sudah berakhir walaupun sudah mendapatkan kartu peserta SAS tersebut.

‎Saat disinggung terkait BOS, kepala sekolah menjelaskan bahwasanya tidak ada masalah dengan laporan yang dilayangkan kepada Inspektorat pada bulan Desember 2024 lalu namun informasi yang didapat dari sumber terpercaya dilingkungan sekolah Puragabaya masih banyak pungutan liar, sumbangan dan iuran yang mengatasnamakan biaya pendidikan kepada orangtua siswa. Sangat ironi sekali dengan pengutaraan dari pejabat pemerintah terkait kebijakan penggunaan dana BOS tersebut.

‎Pihak Yayasan selaku ketua sudah memberikan rekomendasi kepada orang tua siswa, yang berbunyi” Mohon pertimbangan siswa yang masih punya tunggakan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan bendahara dan kepala sekolah.

‎Adapun ini kejadian preseden buruk di sekolah yang berdampak pada siswa/siswi sekolah dalam menempuh pendidikan. Sekolah harusnya tidak boleh seperti itu, itu sama saja memberikan perundungan bagi siswa/siswinya yang ingin mengikuti ujian kenaikan kelas.

‎Terpisah, pemerhati pendidikan, Hendra menegaskan, terkait tunggakan siswa tidak boleh ditekan pada siswanya, apalagi harus dihukum dengan cara tidak boleh ikut ujian sekolah.

‎”Ini jelas perampasan hak siswa itu sendiri yang sedang menjalani pendidikan. Seharusnya siswa biarkan ikut ujian menjalani haknya selalu pelajar yang sedang menjalani pendidikan di sekolah, terkait tunggakan harus segera panggil orang tuanya untuk di musyawarahkan, apalagi sekolah saat ini sudah mendapatkan dana bos dari negara, harus punya kebijakan terhadap kasus-kasus tersebut, lalu dana operasional sekolah buat apa?,” tegasnya, Rabu (11/6/2025).

‎Sementara, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat harus segera lakukan tindakan tegas terhadap sekolah yang berpraktek seperti itu. Karena hal demikian memberikan trauma terhadap siswa/siswi yang bersekolah dan ini kejam.

‎”Saya yakin Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi juga tidak setuju dengan perilaku sekolah seperti ini,” tambahnya. (Bambang Timbul Suyono)

Pos terkait