Bandung, LENSAJABAR.COM – Proyek normalisasi drainase di wilayah Desa Rancaekek Wetan, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung hingga saat ini proyeknya dalam kondisi mangkrak, tak ada kelanjutan dan kepastian, yang sepertinya hanya dibiarkan begitu saja. Hal ini terpantau di lapangan, Kamis (20/6/2025).
Diketahui, proyek normalisasi drainase di Jalan Raya Rancaekek-Majalaya, tepatnya wilayah RW 09 dan RW 22 Desa Rancaekek Wetan itu, digarap sejak awal Maret 2025 lalu.
Akan tetapi, usai pembongkaran saluran air oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Bandung, sampai saat ini aktivitasnya terhenti dan belum ada lanjutan.
Menurut Pemerhati Sosial sekaligus Aktivis Kebijakan Publik, Dicky Winandi, mangkraknya proyek normalisasi drainase di Rancaekek Wetan dinilai sebagai cerminan kegiatan tak terencana.
Dia menilai, mangkraknya proyek normalisasi drainase di Rancaekek Wetan, dianggap sebagai pembiaran tanpa ada keseriusan penyelesaian oleh DPUTR Kabupaten Bandung.
Melalui penelusuran warawan terkait dana anggaran pada proyek normalisasi drainase di Jalan Raya Rancaekek-Majalaya, Desa Rancaekek Wetan tak ada keterangan detail.
Merujuk pada data di situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), tak tercantum adanya pengerjaan maupun pengeluaran anggaran, untuk proyek normalisasi drainase oleh DPUTR Kabupaten Bandung di Desa Rancaekek Wetan tersebut.
Namun, yang tercantum di data LPSE, untuk proyek serupa, DPUTR Kabupaten Bandung tercatat merealisasikan normalisasi drainase di Kelurahan Rancaekek Kencana.
Adapun dana yang dikeluarkan DPUTR Kabupaten Bandung, untuk proyek normalisasi drainase di Kelurahan Rancaekek Kencana, menurut data LPSE yakni melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada 2024, dengan besaran Rp449,9 juta.
“Negara dirugikan secara materi dan non-materi, karena yang namanya proyek pemerintah itu ada yang namanya perencanaan awal dan pemeriksaan akhir,” jelasnya.
Dicky memaparkan, proyek yang dilakukan pemerintah perlu dilakukan pengkajian serta perencanaan yang matang, sebelum ke tahap eksekusi.
“Pengkajian dan perencanaan sangat penting. Pembiaran ini selalu saja diulang di Kabupaten Bandung, minimnya pengawasan di seluruh stakeholder,” pungkasnya.
Termasuk aparat penegak hukum, ucap Dicky perlu ikut andil dalam pengawasan. Jangan bersandar di bawah bahasa kondusifitas, padahal itu adalah kesalahan yang sangat fatal.
“Saya perlu ingatkan konsep pembangunan itu harus berdasarkan kebutuhan bukan kemauan pribadi dan keuntungan kelompok,” ucapnya.
“Kinerja dinas bersangkutan (DPUTR Kabupaten Bandung) di pertanyakan, tunjangan kinerjanya jangan dibayar (jika kinerja buruk),” pungkas Dicky.
Sementara itu, melalui pantauan di lokasi, proyek seakan dibiarkan terbengkalai usai dilakukan pembongkaran drainase. Kondisinya membahayakan dan merusak estetika alias kumuh.
Tak terlihat adanya papan informasi terkait proyek tersebut. Masyarakat dibingungkan berapa besaran anggaran dan kapan selesainya pengerjaan. Alih-alih bermanfaat, pembongkaran drainase justru merugikan ekonomi warga sekitar.
Bahkan ketika dikonfirmasi terkait kapan proyek normalisasi drainase di Rancaekek Wetan selesai, hingga berapa anggaran yang dikeluarkan, DPUTR Kabupaten Bandung terkesan tak memberikan keterbukaan informasi publik.
Sampai berita ini ditayangkan, Kepala Dinas PUTR Kabupaten Bandung, Zeis Zultaqawa masih belum memberikan keterangan alias bungkam. (Red)






