Janggal, Diduga Penyaluran Bantuan Pangan) Kurang Merata

Kab. Bandung, LENSAJABAR.COM – Dugaan penyimpangan dalam distribusi bantuan pangan kembali mencuat. Kali ini terjadi di Desa Girimulya, di mana penyaluran bantuan beras sebanyak 8 ton atau sekitar 800 karung diduga tidak sepenuhnya sampai ke masyarakat

Berdasarkan keterangan warga dan hasil konfirmasi langsung dengan kepala desa Ayi Rohiman, ditemukan sejumlah kejanggalan yang patut dipertanyakan.

Pembagian Tak Merata, Baru Naik Setelah Warga Protes.

Awalnya, warga di tingkat RT hanya menerima 3 karung beras. Namun setelah salah satu warga secara terbuka mengkritik keras kebijakan desa, jumlah pembagian mendadak meningkat menjadi 10 karung per RT.

Kenaikan mendadak itu menimbulkan tanda tanya besar, dari mana tambahan karung tersebut berasal, dan mengapa baru disalurkan setelah warga menekan desa?

“Dulu cuma tiga karung per RT, tapi setelah ada yang marah-marah, langsung jadi sepuluh,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya, Minggu (9/11/2025).

Jika dihitung secara kasar berdasarkan jumlah RT dan desa penerima (Girimulya, Tanjungwangi, dan Sukarame), beras yang terealisasi ke masyarakat hanya sekitar 400an karung. Artinya, lebih dari separuh stok sekitar 400 karung lainnya tidak jelas ke mana perginya.

Pengakuan kepala desa, pernah ambil 30 karung dan bagikan dalam acata Agustusan. Dalam wawancara, kepala Desa Girimulya Ayi Rohiman, mengakui bahwa sebagian bantuan sempat diambil olehnya.

“Saya memang pernah ambil 30 karung kala itu, mengenai sisa yang itukan pas sekitaran 17 Agustus. Sisanya juga sempat dibagi ke anak-anak untuk menyertakan acara 17 Agustusan,” ungkaptya Jum’at (7/11/2025)

Alasan tersebut justru menambah kejanggalan baru. Pasalnya, beras bantuan pangan merupakan program ketahanan pangan, bukan untuk kegiatan seremonial atau hiburan Agustusan.

Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pengalihan bantuan publik tanpa dasar hukum dan tanpa berita acara resmi.

Transparansi Hanya Formalitas

Lebih lanjut, kepala desa juga menyebutkan bahwa transparansi anggaran selama ini dilakukan melalui “baliho dan media sosial seperti Facebook atau TikTok”.

Namun, praktik semacam itu dinilai tidak memenuhi standar transparansi publik sebagaimana diatur dalam Permendagri dan UU Desa.

Publik berhak mengetahui rincian penerima manfaat dan laporan realisasi bantuan, bukan hanya sekadar postingan visual di media sosial.

Program Pangan Setengah Jalan.0 Kandang Ada, Ayam Tak Ada

Selain masalah distribusi beras, program ketahanan pangan di Desa Girimulya juga terkesan tidak tuntas.

Kepala desa menyebut bahwa program tahun 2025 hanya sebatas pembuatan kandang ayam, tanpa realisasi pengadaan ayamnya.

Hal ini memperkuat dugaan bahwa program lebih fokus pada penyerapan anggaran, bukan manfaat nyata untuk masyarakat.

Indikasi Dugaan Penyalahgunaan Bantuan Publik

Rangkaian fakta di lapangan menunjukkan pola pengelolaan bantuan yang tidak transparan, tidak akuntabel, dan cenderung manipulatif.

Mulai dari perubahan jumlah pembagian setelah kritik warga, pengakuan kepala desa yang mengambil 30 karung, hingga dalih “bagi-bagi dalam rangka 17 agustus” pada momen Agustusan, semuanya menggambarkan rendahnya integritas dalam pengelolaan dana publik di tingkat desa.

Masyarakat berharap pemerintah kabupaten segera turun tangan untuk melakukan audit dan pemeriksaan menyeluruh atas distribusi bantuan pangan di Desa Girimulya, agar persoalan ini tidak tenggelam begitu saja di balik alasan “acara desa”.

Kasus di Desa Girimulya ini menjadi potret nyata bahwa persoalan transparansi dan akuntabilitas dana desa masih jauh dari harapan.

Ketika bantuan yang seharusnya menyentuh warga justru lenyap separuh jalan, maka yang hilang bukan hanya beras, tapi juga kepercayaan masyarakat terhadap aparat desa. (Red)

Pos terkait