Homeshcooling dan Paket A, Bukanlah Solusi Terbaik Bagi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Ketiga Anak Penderita HIV Di Samosir

JAKARTA, LENSAJABAR.COM — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima informasi perkembangan kasus ketiga anak penderita HIV di kabupaten Samosir yang mengalami diskriminasi dalam pemenuhan hak atas pendidikannya. Informasi terbaru menyebutkan bahwa, pada Kamis (25/10), Komite AIDS HKBP mendatangi Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dan juga pihak kepolisian Nainggolan.

Dalam pertemuan tersebut, pihak Dinas Pendidikan Kab. Samosir tetap bersikeras memberikan alternatif pendidikan bagi anak-anak penderita HIV dengan Homeschooling atau Kejar Paket A. Sedangkan pihak kepolisan berjanji akan menjamin keselamatan ketiga anak tersebut dan dipastikan tidak ada penggusiran,” ucap Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, di Jakarta, Sabtu (27/10)

Menurutnya, KPAI menilai bahwa Keputusan wakil Bupati Samosir beserta OPD terkait untuk pendidikan ketiga anak penderita HIV melanjutkan pendidikan homeschooling adalah kebijakan yang tidak tepat dan berpotensi kuat melanggar hak-hak anak. Kemungkinan besar, pengusul homeschooling tidak memahami bahwa system ini membutuhkan pendampingan dan peran orangtua, sementara anak-anak ini sudah tidak memiliki orangtua.

“Homeschooling adalah model alternative belajar selain di sekolah. Pendidikan alternative ini merupakan pendidikan, dimana suatu keluargalah yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan mendidik anaknya dengan berbasis rumah. Pada homeschooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan anak, sementara pada sekolah reguler tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah. Ketiga anak tersebut sudah tidak memiliki orangtua, lalu siapa yang akan bertanggungjawab atas proses pendidikan anak tersebut di tempat tinggalnya nanti,”kata dia.

Memang, meski orang tua menjadi penanggung jawab utama homeschooling, tetapi pendidikan homeschooling tidak hanya dan tidak harus dilakukan oleh orang tua. Selain mengajar sendiri, orang tua dapat mengundang guru privat, mendaftarkan anak pada kursus, melibatkan anak-anak pada proses magang (internship), dan sebagainya. Akan tetapi, ketika anak-anak tersebut sudah ditolak lingkungannya, apakah ketika mengikuti pendidikan PKBM untuk mendapatkan ijasah kesetaraan melalui paket A mereka dapat diterima juga oleh peserta didik lain di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) tersebut? Jika menggunakan guru privat –mengingat ketiga anak tersebut sudah yatim piatu—apakah akan ada guru yang bersedia mengajar ketiga anak tersebut ketika kondisi dan identitasnya sudah terbuka ke publik,”sambungnya.

KPAI sangat menyayangkan kondisi medis ketiga anak yang seharusnya dirahasiakan, akan tetapi malah terbuka ke publik sehingga menimbulkan stigma negatif kepada ketiga anak korban penderita HIV.

Selain itu, menurut KPAI patut dipertimbangkan faktor psikologi untuk tumbuh kembang ketiga anak tersebut. Karena pada rentang usia ketiga anak tersebut, mereka lebih bahagia jika bersekolah di sekolah regular/umum, karena dapat bermain dan bersosialisasi dengan teman sebaya secara maksimal. Selain itu dapat juga mengembangkan diri sehingga potensinya dapat optimal. Untuk kepentingan terbaik bagi ketiga anak tersebut, maka sekolah reguler atau umum adalah pilihan yang tepat,”tambahnya.

Untuk itu, negara harus hadir dan KPAI mengapresiasi Mendagri, Tjahyo Kumulo yang akan menegur keras pemerintah Kabupaten Samosir untuk segera melindungi dan memenuhi hak-hak ketiga anak penderita HIV. KPAI mendorong negara untuk memenuhi hak ketiga anak tersebut agar bisa bersekolah di sekolah umum dan diperlakukan wajar seperti anak-anak pada umum serta tidak mendapatkan perlakuan yang diskriminatif.

Dan memang konstitusi RI dan peraturan perundangan di negeri ini menjamin bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran serta berhak mengembangkan diri. Negara harus hadir untuk memastikan ketiga anak penderita HIV terpenuhi semua haknya, termasuk hak atas pendidikan.”tegasnya. (Jamil).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *