FKPB : Pasca Audiensi Ternyata Wali Kota Masih Belum Paham Maunya Rakyat

 

PALEMBANG, LENSAJABAR.COM – Usai melakukan aksi unjuk rasa dan beraudensi dengan Wali Kota Palembang, Harnojoyo, Forum Kedai dan Cafe Palembang Bersatu (FKPB) menggelar Konferensi Pers, di History Cafe, Kelurahan 26 Ilir, Kecamatan Bukit Kecil, Palembang, Selasa (8/6/2021).

Bacaan Lainnya

Puluhan anggota FKPB memprotes, terkait tanggapan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang, dengan tuntutan normalisasi pemberlakuan pembatasan jam operasional pada kedai, angkringan dan Cafe di Kota Palembang.

Ketua Umum FKPB Rudianto Widodo didampingi Sekretaris FKPB Agung Fahrurozi Owner Gaskuy mengatakan pihaknya kecewa di karenakan justru membuahkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan aspirasi teman-teman pengusaha kedai maupun cafe di Palembang untuk tetap buka normal secara global.

Rudianto mengatakan, bahwa pembatasan jam operasional pukul 21.00 WIB dan pembubaran yang dilakukan oleh petugas gabungan sejak tanggal (06/05/2021) lalu, masih menimbulkan kontroversi. Karena memicu polemik di kalangan pengusaha berbasis Mikro maupun Makro.

“Karena di anggap tidak rasional dan terjadi ketidak sesuaian dengan pola pemulihan ekonomi nasional. Hal ini di nilai dapat berdampak negative terhadap roda perekonomian di Palembang, di karenakan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) juga mendominasi hasil pungutan pajak dari para pedagang di Palembang,” ujar Dodo sapaan akrab Rudianto Widodo.

Agung Fahrurozi menyebut, pihaknya meminta Wali Kota Palembang, untuk terjun langsung ke lapangan. Kemudian melihat dampak dari pada aturan pembatasan jam operasional yang di terapkan, jangan hanya mendengar dari laporan saja.

“Lihat langsung dampak dari pada aturan tersebut, di antaranya Owner Kedai Cafe terpaksa merumahkan hampir setengah jumlah karyawannya, dan tentu menciptakan jumlah pengangguran baru di Palembang. Bahkan, yang lebih parahnya lagi karena merasa trauma akibat pembubaran petugas dan sangat merugikan omset,” ucap Agung.

Agung menegaskan, bahwa salah satu kedai di daerah Bom Baru milik temannya, terpaksa harus menutup totalitas kedai sampai batas waktu yang tidak ditentukan dan secara otomatis merumahkan seluruh karyawannya.

Ditempat yang sama, Owner Kedai Oh Yes, Dicky mengatakan, pada saat di datangi oleh petugas, pihaknya terkesan seperti menjual makanan dan minuman yang haram, padahal hanya menjual makanan ringan halal dan minuman ringan kopi, serta es susu.

“Khawatirnya dengan sistem pedagang seperti kami ini yang mendapatkan penghasilan harian, beda hal nya dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sama sekali tidak berpengaruh dalam penghasilannya. Pada dasarnya kami semua juga waspada terhadap penularan Covid-19. Tetapi tuntutan nafkah keluarga, tidak kalah penting karena berkaitan dengan konsumsi dan keperluan sehari-hari,” jelasnya.

Sementara, Manager Cafe No Limit Fauzi mengungkapkan, dirinya juga menyayangkan hasil keputusan dari Wali Kota Palembang yang justru tegas dengan keputusan, semua kedai cafe wajib tutup pukul 21.00 WIB tanpa di sertai rasional yang bisa diterima oleh masyarakat.

“Kami menegaskan bahwa seluruh paguyuban atau asosiasi kedai maupun cafe di Kota Palembang satu suara, satu keresahan untuk seluruhnya menyepakati diberikan toleransi untuk tetap beroperasional tanpa pembubaran oleh petugas,” imbuhnya.

Sementara Itu, Owner History Coffee, Iyan mengungkapkan, bahwasanya atas dasar pertimbangan lebih banyak mudharat dari pada manfaat terhadap pengusaha Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) di Kota Palembang.

“Maka kami meminta Wali Kota Palembang untuk segera memberi toleransi dan melakukan tinjauan kembali tentang Surat Edaran (SE) terkait pembatasan jam operasional pengusaha pada pukul 21.00 WIB. Kami juga meminta untuk di segerakan pemberlakuan normalisasi jam operasional kedai, angkringan, cafe di Palembang,” terangnya.

Iyan menjabarkan, apabila hal tersebut bisa terealisasi, maka FKPB menyatakan siap untuk memperketat penerapan protokol kesehatan (prokes). Karena ini berkesinambungan dengan kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilisasi perputaran roda perekonomian di Palembang.

“Apabila selama tuntutan ini belum terealisasi, kami dari FKPB memohon toleransi untuk dapat membuka usaha kami dengan jam operasional yang normal dengan tetap menerapkan prokes (5M). Kami juga meminta seluruh kedai dan cafe di berikan kelonggaran untuk tetap beroperasi,” imbuhnya.

Menurutnya, kalau pembatasan tetap dilakukan, maka pihaknya meminta untuk di lockdown ke seluruhan. Sekalian agar seluruh kebutuhan masyarakat ditanggung oleh pemerintah.(Red).