Dugaan Korupsi Proyek Parkir RSUD Majalaya: LSM Pertanyakan Transparansi dan Hasil Pekerjaan

RSUD Majalaya, Proyek Parkir RSUD Majalaya, Dugaan Korupsi, Kabupaten Bandung, Pengadaan Barang dan Jasa, BLUD,Tender Gagal, Pemenang Tunggal, CV Adhy Tama, Denda Keterlambatan, Perpres 12 Tahun 2021, UU Monopoli, LSM Penjara, Asep Satria Rizqky, Bojest, Kelebihan Pembayaran, Cacat Hukum

KAB. BANDUNG, LENSAJABAR.COM – Proyek Belanja Modal Bangunan Parkir pada RSUD Tipe B Majalaya, Kabupaten Bandung, yang berlokasi di Jl. Cipaku No. 87, kembali menjadi sorotan. Proyek dengan Pagu Anggaran Rp12.000.000.000,00, bersumber dari Anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tahun 2024, ini sempat beberapa kali gagal tender.

Proyek tersebut akhirnya dimenangkan oleh pemenang tunggal, CV Adhy Tama, yang beralamat di Kp. Situhiang RT003 RW016 Alamendah, Kec. Rancabali – Bandung, dengan nilai penawaran Rp11.493.430.682,16.

Bacaan Lainnya

Cacat Hukum dan Dugaan Monopoli Tender

Tender proyek ini diduga cacat hukum dan melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia, terutama Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan perubahannya (termasuk Perpres No. 12 Tahun 2021) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, dugaan ini melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya Pasal 22 yang berbunyi:

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”

Pekerjaan Tak Sesuai dan Potensi Kerugian Negara

Berdasarkan hasil investigasi, pekerjaan Belanja Modal Bangunan Parkir tahun 2024 ini ditemukan tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan gambar rencana. Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa kegiatan tersebut menjadi “bancakan” para pejabat RSUD Tipe B Majalaya untuk memperkaya diri atau golongan.

Faktanya, hasil kegiatan penyedia jasa (CV Adhy Tama) sudah mengalami kerusakan fatal dan terjadi keterlambatan pekerjaan. Akibatnya, penyedia jasa dikenai denda (penalti) sebesar Rp360.000.000,-.

Persoalan muncul terkait denda tersebut: Apakah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada kegiatan itu sudah menagih denda keterlambatan? Seharusnya, biaya tersebut harus disetorkan kembali ke kas BLUD. Pertanyaan besar yang masih menjadi misteri adalah: Apakah denda keterlambatan tersebut sudah masuk ke kantong pribadi?

Konfirmasi LSM dan Respons Pejabat RSUD

Ketua DPC LSM Penjara Kabupaten Bandung, Asep Satria Rizqky alias Bojest, mengatakan kepada media ini bahwa pihaknya telah mengirimkan surat konfirmasi kepada Direktur Utama (Dirut) RSUD Kelas B Majalaya, yang ditembuskan ke Dinas Kesehatan dan Dinas PUTR Kabupaten Bandung pada tanggal 13 November 2025.

Tujuan konfirmasi adalah mempertanyakan dugaan tindak pidana korupsi pada pembangunan gedung parkir RSUD Majalaya yang bersumber dari BLUD.

Bojest dan seorang rekannya telah membuat agenda pertemuan dengan Wakil Direktur (Wadir) RSUD Kelas B Majalaya berinisial AS pada hari Sabtu, 15 Desember 2025. Mereka datang sekitar pukul 10.00 WIB, tetapi harus menunggu hingga pukul 12.00 WIB karena Wadir sedang rapat.

Dalam pertemuan klarifikasi, Bojest menyampaikan dugaan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp936.889.719,61 dan denda keterlambatan sebesar Rp360.036.103,44.

Wadir AS menjelaskan, “Mohon maaf, Pak Dirut tidak bisa menemui dan menjelaskan secara langsung jawaban dari surat konfirmasi yang dikirimkan dikarenakan sedang Diklat dengan Polri.”

Namun, pernyataan Wadir tersebut disertai kalimat yang bernada ancaman. “Jangan ngorek-ngorek RSUD Majalaya, bisi neungar cadas. Dirut sedang Diklat di Pusdikmin Polri,” kata Wadir.

Sikap Arogan Pejabat dan Buramnya Transparansi

Sangat disayangkan, sikap seorang PNS dan pejabat yang seharusnya melayani publik justru menunjukkan tingkah dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang seperti preman pasar. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah hal ini disebabkan kurangnya pembinaan dari Bupati Bandung, atau memang watak yang perlu dibina agar dapat melayani masyarakat tanpa berlaku arogan?

Wadir RSUD Tipe B Majalaya tersebut juga mengklaim bahwa terkait pekerjaan pembangunan gedung parkir itu “sudah clear dan sudah diperiksa oleh BPK, Inspektorat, Pelaksana, pihak RSUD Kelas B Majalaya sendiri, dan pihak terkait lainnya.”

“Uang kelebihan pembayaran yang merupakan bentuk kerugian negara pun sudah dikembalikan dan disetorkan. Soal pekerjaan yang tidak sesuai akan dikerjakan kembali dalam bentuk pemeliharaan, cuma belum dikerjakan dengan alasan karena masih hujan terus,” jelas Wadir sambil menunjukkan foto sepotong kertas berisi tulisan dan foto kertas setoran warna biru di ponselnya sebagai bukti surat tanda setoran ke RKUD.

Namun, Bojest tidak dapat melihat bukti tersebut dengan jelas. Menurut Wadir, bukti itu hanya boleh dilihat saja.

“Di mana bentuk transparansi seperti amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh informasi publik dari badan publik?” tanya Bojest. Tujuan undang-undang itu adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang transparan dan akuntabel, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pemerintahan.

Wadir tersebut juga berpesan, “Saya titip RSUD Kelas B Majalaya untuk kepentingan bersama dan jangan di korek-korek terus. Katanya, karena setiap pekerjaan yang ada di RSUD Kelas B Majalaya sudah dilimpahkan ke atas dan dikawal oleh pihak polisi.”

Bojest menambahkan, “Ngeri dong, kalau semua proyek RSUD Majalaya sudah dititip dan dikawal aparat. Ada apa? Apakah memang di sana menjadi sarang KKN? Dan, siapa lagi yang berani menindaknya kalau semua sudah dititip dan telah setoran?”

Pos terkait