DPC FJP2 Bogor Raya Angkat Bicara, Terkait Pelayanan RSUD Kota Bogor Terhadap Pasien Tak Mampu

Kota Bogor, LENSAJABAR.COM – RSUD Kota Bogor kembali menjadi sorotan publik usai insiden dugaan arogansi pelayanan pada Jumat (3/10/2025). Peristiwa ini terjadi ketika sejumlah awak media berupaya membantu pimpinan redaksi salah satu media online yang tengah menjalani perawatan namun mengalami kendala biaya.

Awalnya, pelayanan berjalan baik. Petugas keamanan dengan ramah memfasilitasi kedatangan awak media dan mengantar mereka ke ruang Sekretaris Direktur (Sekdir) RSUD. Namun, situasi berubah dingin ketika mereka tiba di ruangan tersebut dan bertemu dengan salah satu pegawai rumah sakit.

Alih-alih memberikan arahan atau solusi, pegawai tersebut justru menanggapi dengan nada sinis. Ia menyampaikan bahwa Sekdir Reno sedang mengikuti rapat di Balai Kota, lalu menyindir kehadiran media yang meminta keringanan biaya bagi pasien.

“Kalau satu bendera media saja minta pembebasan biaya, rumah sakit bisa bangkrut,” ujar pegawai itu dengan nada ketus, Jumat (3/10/2025).

Pernyataan tersebut menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan jurnalis. Mereka menilai sikap arogan itu bukan hanya menyinggung profesi wartawan, tetapi juga mencerminkan rendahnya empati dari institusi pelayanan publik terhadap warga yang membutuhkan bantuan medis.

Ketika dikonfirmasi terkait kejadian ini, Direktur Utama RSUD Kota Bogor, dr. Ilham, belum memberikan tanggapan hingga berita ini diturunkan. Sikap diam pihak manajemen justru menambah sorotan terhadap lemahnya akuntabilitas di tubuh RSUD.

Menanggapi pemberitaan ini, Ketua Forum Jurnalis Peduli Publik (FJPP) DPC Bogor Raya, Ayub Iskandar turut angkat bicara. Ia menyayangkan sikap tidak profesional yang ditunjukkan oleh oknum pegawai RSUD Kota Bogor.

“Kami sangat menyayangkan kejadian tersebut. Seharusnya rumah sakit pemerintah menjadi tempat pelayanan yang humanis dan terbuka terhadap semua warga, termasuk insan pers yang datang dengan itikad membantu apalagi ini rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah, sudah seharusnya melayani masyarakat mau mampu ataupun tidak mampu,”  ujar Ayub Iskandar.

Ayub menambahkan, insiden seperti ini seharusnya menjadi evaluasi bagi manajemen rumah sakit agar memperkuat pelatihan etika pelayanan publik bagi seluruh pegawainya.

“Jangan sampai sikap satu pegawai mencoreng citra seluruh institusi. Kami berharap Direktur RSUD segera mengambil langkah tegas dan terbuka kepada publik,” pungkasnya.

Kasus ini mencerminkan adanya jarak antara norma hukum dengan praktik pelayanan publik di lapangan. RSUD sebagai institusi publik seharusnya menjadi garda depan dalam memberikan akses kesehatan yang manusiawi dan berkeadilan.

“Publik kini menuntut transparansi dan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola RSUD Kota Bogor. Tanpa pembenahan serius dan penguatan integritas pelayanan, rumah sakit daerah berpotensi kehilangan kepercayaan dan legitimasi sebagai lembaga publik yang seharusnya melayani, bukan mencederai rakyat,” pungkasnya. (tim)

Pos terkait