Kab. Bandung, LENSAJABAR.COM – Dugaan penyalahgunaan dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) kembali mencuat di salah satu desa di wilayah Kabupaten Bandung.
Ayi Rohiman selaku kepala desa setempat mengakui telah menggunakan dana BUMDes sebesar Rp50 juta untuk kebutuhan di luar kegiatan usaha desa, dengan alasan menuntaskan laporan pertanggung jawaban (LPJ) dan sejumlah kegiatan pembangunan fisik.
Dalam pernyataannya kepada awak media, Ayi Rohiman mengatakan bahwa penggunaan dana itu dilakukan di tengah proses pergantian Ketua BUMDes. Karena diketahui mengundurkan diri dan kini menjabat sebagai Bendahara Koperasi Merah Putih.
“Kebetulan penggantian itu kan harus sesuai dengan tahun karena administrasi mesti dituntaskan. Untuk kejadian pengembalian saldo dari BUMDes yang 50 juta itu betul, karena saya ditekan kebutuhan untuk LPJ dan yang lainnya mesti menuntaskan kegiatan bekas pak Elit (Kades) sebelumnya,” ujarnya Jum’at (7/11/2025).
Lebih lanjut, kepala desa itu juga menyebut dana tersebut digunakan untuk pembangunan atap dan pos jaga desa, dengan alasan mendesak agar kegiatan tahun sebelumnya dapat segera diselesaikan.
“Saya gunakan untuk pembangunan atap semuanya termasuk pos jaga, karena kalau dari BUMDes bilangnya boleh aja, sudah sesuai arahan dari kecamatan. Kalau ditotalin mah abis gede, saya malah nombok sekitar Rp250 juta,” ungkapnya.
Namun, dalih tersebut justru menimbulkan pertanyaan besar. Berdasarkan regulasi, keuangan BUMDes harus dikelola secara terpisah dari keuangan desa. Hal ini diatur dalam Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 Pasal 33 ayat (1), yang menegaskan bahwa setiap penggunaan dana BUMDes harus melalui keputusan resmi dan tidak boleh dipakai untuk kegiatan pemerintahan desa, apalagi pembangunan fisik.
Sejumlah sumber di internal desa menyebut, hingga kini belum ada dokumen resmi yang menunjukkan adanya rapat musyawarah desa (musdes) atau berita acara persetujuan penggunaan dana tersebut. Bahkan, keterangan mengenai “izin dari kecamatan” yang disebut oleh kades juga belum dapat dibuktikan secara tertulis.
Langkah kades yang mencampur adukkan urusan BUMDes dengan kegiatan pemerintahan desa dinilai sebagai bentuk maladministrasi dan pelanggaran asas akuntabilitas.
Praktik semacam ini dikhawatirkan dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan desa, sekaligus menimbulkan potensi kerugian keuangan negara jika tidak segera diklarifikasi secara resmi.
Pihak kecamatan dan pemerintah kabupaten terkait diharapkan segera turun tangan untuk menelusuri kebenaran pernyataan tersebut dan memastikan setiap rupiah dana desa serta BUMDes digunakan sesuai peruntukannya.
“Kita ingin tahu, apakah penggunaan dana itu disetujui secara formal, atau hanya berdasarkan kesepakatan lisan yang tidak punya kekuatan hukum. Karena kalau benar dana BUMDes dipakai untuk keperluan LPJ dan pembangunan, itu sudah keluar jalur,” ujar salah satu pemerhati tata kelola desa yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi lanjutan dari pihak kecamatan maupun pengurus BUMDes terkait pernyataan kepala desa tersebut. (red)






