Darmin Nasution : Bagi Indonesia, Kebijakan Satu Peta Sangat Krusial dan Urgent

JAKARTA,LENSAJABAR.COM– Adanya peta yang tumpang tindih terkait pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan di kawasan atau infrastruktur seringkali terbentur dengan sejumlah masalah.

Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal yang dapat menjadi rujukan untuk pemanfaatan ruang dan penggunaan Iahan. Hal ini yang dibahas dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta dan Simposium Nasional Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif.

“Rakornas yang akan berlangsung dari 26 – 28 Oktober ini menampilkan hasil-hasil kegiatan PKSP dan perencanaan tata guna Iahan partisipatif di berbagai daerah di Indonesia serta menjadi ajang bertukar pengetahuan di antara para pengambil kebijakan di tingkat nasional dan daerah, praktisi, akademisi dan berbagai pemangku kepentingan,” jelas Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Abidin, Kamis di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta.

Dirinya berharap, sinergi berbagai pemangku kepentingan geospasial sangat penting agar tujuan besar Percepatan Kebijakan Satu Peta (PKSP) tercapai. Implementasi Kebijakan Satu Peta ini dapat mendukung adanya kepastian Iahan dan tersedianya Informasi spasial yang mudah diakses oleh semua pihak, sehingga dlharapkan meningkatkan daya tarik investasi.

“Pendekatan yang partisipatif dimana masyarakat dan pemerintah daerah benar benar terlibat sangat penting untuk memastikan keakuratan informasi tata ruang. lni merupakan dasar perencanaan untuk mengembangkan potensi wllayah secara berkelanjutan,” ujarnya.

Ditempat yang sama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menjelaskan Kebijakan Satu Peta merupakan upaya mewujudkan satu referensi dan standar yang menjadi acuan bersama dalam menyusun berbagai kebijakan perencanaan dan pemanfaatan ruang.

“Kebijakan satu peta itu sangat krusial dan urgent, bagi negara yang seluas dan sebesar Indonesia dan dalam Kebijakan Satu Peta ini, setiap Kementerian/Lembaga baik pusat maupun daerah perlu melakukan sinkronisasi dalam hal pertukaran informasi dari setiap peta-peta kebijakan dari masing-masing institusinya.

Masih katanya, setiap Kementerian atau Lembaga (K/L) baik pusat maupun daerah masih menggunakan referensi peta dasarnya masing-masing, dalam melakukan setiap kebijakan. Oleh sebab, kerap terjadi perbedaan atau tumpang tindih kebijakan, antara satu institusi dengan institusi yang lainnya, seperti contoh dalam proyek infrastruktur. (IDR)