BANDUNG, LENSAJABAR.COM – Sejak di keluarkannya Perpres No. 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Jawa Barat, Prajurit Kodam III/ Siliwangi Bekerja siang dan malam, bahkan di Hari Raya dan tanggal merahpun tetap bekerja dalam menjalankan amanat yang di emban tersebut.
Kinerja Prajurit Kodam III/ Siliwangi dalam menjalankan Tugasnya dibantu para awak media yang tergabung dalan Jurnalis Peduli Citarum Harum (JPCH) memberitakan akan kinerja dan pencapaian yang di peroleh.
Seorang Pemerhati Citarum Hendra Gunawan angkat suara, Kepedulian utuh terhadap Citarum harus di pertanyakan secara nyata dan blak – blakan kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Citarum Sungai yang pernah menyandang predikat Internasional dengan sebutan Terkotor sedunia, akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab, khususnya yang sangat berbahaya lagi bagi warga sekitar dan ekosistem kehidupan yang ada di dalam sungai, karena tercemar oleh Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), memaksa Pemerintah Pusat mengeluarkan Perpres No 15 Tahun 2018 Tentang Percepatan Penangan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum di Jawa Barat, Gubernur selaku Dansatgas dan Pangdam III Slw selaku Wadansatgas.
“Sungai Citarum di Jawa Barat, mengaliri sebanyak 12 wilayah administrasi kabupaten dan kota dari hulu sampai hilir. Citarum juga menyuplai air untuk kebutuhan penghidupan 28 Juta masyarakat, sungai yang merupakan sumber air minum untuk masyarakat antara lain Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan Bandung sendiri. Sepanjang hampir 300 Km, sungai mengaliri areal irigasi untuk pertanian seluas 420.000Ha. Citarum merupakan sumber denyut nadi perekonomian Indonesia sebesar 20% GDP (Gross Domestic Product) dengan hamparan industri yang berada di sepanjang sungai itu sendiri. Citarum sungai terpanjang dan terbesar di propinsi Jawa Barat yang memiliki sejarah besar dalam perjuangan” tandas Hendra kepada Lensajabar.com melalui Jaringan WhatsApp , Minggu (9/06).
Lebih lanjut Hendra memaparkan, Program Citarum sendiri sudah berjalan 1 Tahun lebih, dan saat ini sudah masuk tahap II, tahap satu belum siap pada anggaran yang di khususkan, sehingga para satgas di lapangan bekerja dengan memutar otak dan mengatur strategi dengan sekuat tenaga, dalam mengawal citarum untuk merubah paradigma yang ada. Bahkan banyak sekali pelaku industri yang sempat mengeluh akibat saluran limbahnya di tutup satgas citarum dengan cara di cor, walaupun akhirnya di buka kembali dengan sebuah komitmen MOU, ataupun memperbaiki ipalnya, dengan cara mereka sendiri.
PERLU PENGAWASAN DAN TINDAKAN TEGAS
“Penangan Citarum bukan hal yang baru berjalan, seperti pada saat ini yang sedang berjalan, jauh sebelumnya sudah ada, seperti Citarum lestari dan Citarum bestari. Tapi faktanya tidak dapat merubah paradigma, seperti Citarum saat ini, yang lebih lekat dengan citarum harum, berjalannya Citarum harum perlahan-lahan merubah paradigma dunia, dengan penanganan khusus, karena banyak melibatkan Prajurit TNI sebagai satgas Citarum, dan menunggunya siang malam, sampai akhirnya citarum menjadi ada perubahan, walau belum maksimal. Tapi perlu di sadari, semua itu belum kompak, bahkan belum benar – benar siap untuk dapat merubah Citarum menjadi harum, bahkan airnya bisa di minum, sesuai dengan cita – cita, citarum kembali seperti sungai sedia kala, dan bisa di nikmati dan dimanfaatkan secara utuh”Beber Hendra yang Juga Seorang Jurnalis.
“Pengawasan yang kurang ketat dari Dinas Lingkungan Hidup Kota, Kabupaten bahkan Provinsi Jabar itu sendiri masih di nilai lalai dan kurang serius dalam tugas dan fungsinya. Gubernur selaku Dansatgas sendiri masih di nilai lalai dalam ketegasan, khususnya sanksi kepada pelaku industri yang di nilai membangkang, yang berusaha mengangkangi aturan. Karena masih banyak pengusaha industri nakal yang dengan sengaja dan diam – diam membuang limbahnya ke sungai, bahkan kurangnya tindakan tegas dari Aparat Penegak Hukum yang kurang serius dalam merespon para pembangkang lingkungan, sehingga tidak menjadi titik jera serius para pengusaha, khususnya industri nakal”tegas Hendra.
EGO SEKTORAL
Hendra berharap, Gubernur selaku Dansatgas harus bisa tegas dalam menjalankan Program Citarum, bila ini mau selesai dengan cepat dan baik. Pasalnya Gubernur bisa menegaskan Bupati atau Walikota untuk turun , serta mengawasi bahkan tindak tegas pelaku pencemaran, karena jelas setiap Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) punya andil dan mengenal industri tersebut, sampai pada pengurus RT dan RW, faktanya di lapangan lebih banyak Tentara yang bertugas, padahal hanya sebagai bantuan saja, dan ini juga merepotkan Panglima selaku Wadansatgas, padahal yang eloknya adalah sama – sama bekerja sesuai dengan tujuan.
Hendra Menambahkan, Fakta yang kental di lapangan di temukan kepada industri yang membangkang, lemahnya tindakan, khususnya LH dalam hal ini berperan sangat penting, karena fungsi dan tugasnya jelas, seharusnya dalam keputusan bisa mempertimbangkan dampak serius, karena LH jelas tahu seluk beluk industri itu sendiri, dan harus bisa mengkaji dan menguji secara mendalam, layak atau tidaknya industri ini berdiri. Dinas Lingkungan Hidup Kota, Kabupaten bahkan Provinsi juga harus konsisten untuk memberikan sebuah aturan, baik sanksi ringan dan berat terhadap pelaku industri. LH sendiri tidak tegas dalam melakukan sesuatu hal, di duga kuat saling keterkaitan.
Hendra Menilai, Dinas Lingkungam Hidup bukan hal yang baru dalam menangani citarum, dan yang pasti hafal masalahnya dan mengenal industrinya, bila di peringatkan biasa – biasa saja mungkin sudah dari dulu, namun faktanya tidak ada perubahan, untuk saat ini mari kita bersama merubah itu semua demi cita – cita bersama, buang ego sektoral dan kepentingan individualisme, saatnya serius dalam bekerja dengan menerapkan anggaran sesuai dengan pos kebutuhan, dan terbuka dalam penggunaannya demi tujuan baik dan transparan, agar tercipta dan terwujud dalam pelaksanaan yang lebih baik, tidak seperti citarum yang lalu, di nilai membuang anggaran negara dengan hasil tidak nyata.
“Gubernur Jabar Ridwan Kamil membentuk sekertariat citarum harian, tepatnya di Kantor DLH Prov di Jl. Naripan No.25, Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung. Yang rencananya semua bermuara di sana untuk pembahasan citarum, dengan Ketua Harian Mayjen (Purn) Dedi Kusnadi Thamim. Faktanya kebanyakan para penggiat Citarum yang andil selama citarum harum di bentuk, tidak pernah di rangkul, khususnya Jurnalis Peduli Citarum Harum yang selalu mendampingi dan bersama mengawasi dengan satgas Citarum, selama hampir 2 tahun, sejak Letjen Doni Monardo menjabat Panglima Kodam III Siliwangi, saat itu Ridwan Kamil masih jabat Wali Kota Bandung”terang Hendra.
“DLH sendiri berkelit dengan berbagai cara, ketika di tanya terkait citarum, khususnya kegiatan yang akan di laksanakan ataupun agenda kerja harian Citarum, dengan alasan semua bagaimana ketua harian, yang jelas Jurnalis Peduli Citarum Harum lebih tahu kondisi citarum di banding ketua harian citarum, bahkan ironisnya Sekdis LH selalu berbicara tentang verifikasi media, yang cenderung di duga ada upaya diskriminasi terhadap insan pers yang andil bertugas, seakan – akan Dinas terkait tidak mengenal UU Pers No 40 Tahun 1999 dan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik”Tutupnya. (*Red)